Sabtu, 04 Juni 2011

PAPA

PAPA
Sore ini mendung,seolah menunjukkan segala kesenduan hatiku,kesepian hatiku. Aku telah kehilangan sosok yang menjadi panduan hidupku,sosok yang selalu menjagaku,sosok yang selalu ada saat aku butuhkan. Ya ! 5 juni 2008 aku kehilangan dia,dia PAPA ku ! orang yang selalu jadi ingatanku. Orang yang selalu memotivasiku,walaupun kini dia tak berada di sini. Papa adalah orang pertama yang sangat aku kagumi,dia inspirasiku. Sosoknya yang tegas tapi lembut telah membuat hatiku selalu memujanya,selalu menyanjungnya dan selalu menyayanginya.
Jam menunjukkan pukul 04.30 WIB,tapi mataku tetap tak mau terpejam. Hatiku gelisah,seakan kamarku yang cukup besar ini membuat dadaku sesak oleh jepitannya. Aku masih tak percaya,bahwa hari ini papaku akan kembali diinapkan di rumah sakit itu. Tapi kali ini ada firasat yang berbeda,hatiku tak tenang.
Pukul 05.00 WIB telepon rumahku berdering,belum sempat aku berlari untuk menggapainya, sudah ada tangan lain yang menggenggamnya. Kulihat sekilas ternyata kakakku yang mengangkatnya,ku urungkan niatku tuk keluar dari kamarku,tapi entah apa yang membuatku tetap berdiri di depan pintu kamarku yang kebetulan memang bersebelahan dengan ruang tamu. Perlahan aku dengar ada suara isak tangis dari ruang tamu itu,dan aku yakin itu berita dari rumah sakit. Tak lama kemudian kakakku menghampiriku,dan berkata :
“Shella ganti bajumu,kita sekarang kerumah sakit”
“Memangnya ada apa,siapa yang menelpon tadi ? Apa yang terjadi dengan papa ? Kenapa kakak nangis ?”
“Sudahlah Shella,kamu jangan banyak tanya ! Lekas ganti bajumu dan segera ke mobil. Kakak tunggu kamu di mobil”

Sebenarnya aku sudah tau ke mana arah pembicaraan kakak tadi,tapi tetap ku kuatkan hatiku untuk pergi ke rumah sakit itu,aku berusaha untuk tetap berpikiran positif bahwa semua akan baik – baik saja, aku yakin di sana papaku masih menyimpan senyumnya untuk menyambutku. Aku yakin papaku takkan semudah itu menyerah pada keadaannya.
Sesampainya di rumah sakit,aku langsung menuju ruangan papaku. Dari depan pintu sudah ku dengar isak tangis dari sanak saudaraku,aku berlari masuk ke dalam ruangan tersebut. Memang senyuman yang papa beri pada saat itu,tapi senyuman itu tak bercahaya lagi,senyuman itu tak semerekah senyuman kemarin. Dan aku menyadari hari inilah,hari terakhir aku melihat senyuman itu. Seyuman yang biasanya selalu menyapaku. Senyuman yang selalu membuatku merasa teduh saat melihatnya.
“Sayang papamu sudah tidak ada bersama kita”
Perkataan mama membuatku semakin sadar bahwa senyuman itu adalah senyum kematian. Aku hanya bisa menjawabnya dengan tangisan,tangisan kehilangan orang yang paling aku sayang.
***
Aku masih ingat apa yang papa katakan padaku sehari sebelum dia pergi.
“Shella,bagaimanpun caranya papa akan menyekolahkanmu di SMAN Pintar yang sebentar lagi akan di bangun. Walaupun tidak dengan jalur beasiswa kamu akan tetap bersekolah di sana,jadi papa mohon jangan kecewakan papa”
“Ya pa. Insyaallah,akan saya usahakan”
Kata – kata itu yang membuat aku tetap bertahan di sini,dan aku yakin sekarang papa bangga terhadapku,aku sudah menjalankan amanahnya. Aku sudah memenuhi keinginannya,dan aku tidak mengecewakannya.
Aku akan selalu mengingat papa,dan aku akan selalu menjadikan motivator buat hidupku sekarang ataupun kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar